Diperiksa KPK 5 Jam Terkait Kasus Suap Ekspor Benur, Eks Caleg Gerindra Ini Bungkam

Diperiksa KPK 5 Jam Terkait Kasus Suap Ekspor Benur, Eks Caleg Gerindra Ini Bungkam

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merampungkan pemeriksaan terhadap eks caleg dari Partai Gerindra, Ery Cahyaningrum, Rabu (27/1/2021). Ery digarap tim penyidik selama 5 jam sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ery yang keluar dari Gedung Merah Putih KPK Jakarta pukul 17.26 WIB, mulanya terlihat seperti kebingungan. Begitu sampai di bibir pintu keluar, Ery kembali memasuki kantor komisi antikorupsi.

10 menit kemudian, Ery akhirnya baru benar benar keluar dari markas KPK. Ery yang mengenakan blazer hitam sembari menjinjing tas di lengan kirinya tidak mau berkomentar apa apa begitu dicecar para pewarta. Ia terus bungkam sampai akhirnya menumpangi mobil Honda Mobilio warna putih.

Sebelumnya, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Ery Cahyaningrum diperiksa sebagai saksi untuk tersangka eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka EP (Edhy Prabowo)," kata Ali melalui keterangannya, Rabu (27/1/2021). Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito. Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.

PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor. Dalam menjalankan monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur ke luar negeri. Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21 23 November 2020. Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy. Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya. Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap. Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *